Social Icons

sejarah Nyai Ageng Ngerang

NGERANG DUSUN BERSEJARAH
A. DUSUN NGERANG
Kata Ngerang, banyak versi yang menyebutkan. Menurut sebagian sesepuh dusun Ngerang, Ada yang mengatakan bahwa Ngerang berasal dari kata Sliweran dan Pating Kliwerang[. Ketika beliau berdakwah dan menempati dusun tersebut, banyak demit yang mondar – mandir alias sliweran dan pating kliwerang (bahasa jawa). Demit – demit tersebut sangat meresahkan dan menganggu warga dari kekhusyu’an untuk ikhtiar serta beribadah kepada Allah SWT, Maka demit – demit itu dapat diselesaikan dan dikalahkan serta diusir oleh beliau dari dusun itu. Oleh karenanya, dusun tersebut disebut Ngerang.
Ada juga yang mengatakan bahwa dusun Ngerang dahulu bernama Werang, karena berjalanya waktu demi waktu, lambat laun menyebabkan dialek orang dusun tersebut akan menjadi berubah, disamping itu juga karena sulitnya lidah orang jawa menyebutkan kata werang, maka kata Werang menjadi Ngerang.
Disisi lain juga ada yang mengatakan, bahwa ketika beliau berdakwah untuk menyebarkan Agama Islam tidak terlepas dari rintangan dan halangan. Yang mana hal itu, menyebabkan beliau harus terlibat dengan peperangan demi untuk mensukseskan misi dakwah penyebaran agama islam. Maka dusun tersebut dinamakan dusun Ngerang.
Dusun Ngerang Tambakromo sebagai tempat terakhir untuk menetap dan menenangkan diri, setelah sekian lama memanfaatkan umur beliau untuk berjuang menegakkan dan membumikan agama islam, dari tempat satu ketempat yang lain, demi untuk mencapai ibtigho’an mardhotillah ( mencari ridho ) Allah SWT di bumi ini, lebih-lebih di akhirat.
Supaya dapat khusu’ dan konsentrasi serta istiqomah dalam merealisasikan pendidikan untuk mentransfer ilmu keagamaan kepada murid – murid beliau secara khusus dan kepada semua umat islam pada umumnya, serta dapat berjalan dengan baik dan sukses serta eksis, maka beliau menetap di Dusun Ngerang.
Dengan adanya pengalaman Nyai Ageng Ngerang dalam melanglang buana untuk berdakwah, menyebarkan dan membumikan Syariat Agama Islam tersebut. Yang Semua itu tidak terlepas dari berbagai coba’an, rintangan dan halangan, maka membuat beliau memahami dan mengerti jatidiri dan seluk - beluk kehidupan yang sebenarnya dan hakiki. Beliau selalu dapat sabar dan mengedepankan perdamaian, kekeluargaan dan kasih sayang diantara semua umat.
Dusun Ngerang adalah dusun kecil yang merupakan bagian dari desa Tambakromo, kecamatan Tambakromo, kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dusun Ngerang terkenal dengan sebutan Pati Kidul. Dusun yang keberadaanya sangat jauh dari keramaian kota dan kebisingan deru laju kendaraan, sekitar 17 Km, sebelah selatan kota Pati. Kegiatan penduduk Dusun Ngerang sebagian besar adalah bertani dan bercocok tanam.
Keadaan ekonomi dusun Ngerang tergolong menengah kebawah, sehingga sebagian penduduknya ada yang merantau untuk mengais rizkii didaerah lain. Setiap pagi, penduduk dusun Ngerang tidak pernah menyurutkan langkah kaki, selalu menggeliat, dan menyingsingkan lengan baju serta berusaha dengan sekuat tenaga dan banting tulang untuk mencari rizki, ikhtiar dan tawakal kepada Allah SWT. Demi memenuhi kebutuhan hidup dalam hidup dan kehidupan sehari – hari. Semua itu, dengan harapan dapat mencapai dan meraih masa depan yang lebih baik dan cemerlang. Karena hidup bahagia dan berkecukupan adalah merupakan cita-cita setiap orang.
Ngerang adalah sebuah dusun kecil yang sejuk, aman dan nyaman serta alamnya yang begitu rindang, serta segarnya udara pedesaan yang letaknya di lereng gunung Kendeng. Dusun Ngerang yang keberadaanya sangat sejuk, dapat membuat orang luar daerah sangat penasaran. Sehingga Banyak orang yang senang untuk menyempatkan diri, melihat kenyamanan dan kesejukan dusun Ngerang yang sudah dikenal dari berbagai penjuru diseluruh Indonesia.
Sebagian warga dusun Ngerang ada yang berasal dari daerah lain, yang hanya untuk mengais rizki dan sekaligus bertempat tinggal di dusun Ngerang, walaupun ada yang hanya tinggal sementara. Ada juga yang menetap sampai bertahun – tahun, antara lain, orang Cirebon, Brebes, Indramayu dan lain sebagainya .
Sebagaimana yang yang disebutkan diatas. Kiranya apa yang telah diketahui oleh banyak orang, bahwa dusun Ngerang dahulu adalah dusun kecil yang penduduknya mayoritas bertani dan bercocok tanam. Kehidupan penduduknya jauh dari harapan karena keberadaan ekonominya adalah menengah kebawah, Walaupun demikian dusun Ngerang sangat menyimpan sejarah panjang. Disamping populer disebut dusun santri, karena begitu banyaknya Taman Pendidikan Al - Qur’an ( TPQ ) dan sebagian juga ada pesantrenya. Dusun Ngerang sekarang menjadi berkah atas keberadaan makam Nyai Ageng Ngerang, karena penduduk Ngerang sangat menghormati dan mengenag selamanya atas jasa – jasa beliau dan sekaligus karena beliau merupakan cikal bakal dusun Ngerang.
Dengan keberkahan dan keramat beliau, dusun Ngerang Tambakromo sangat dikenal banyak orang, dengan berbagai banyak usaha, yaitu disamping ada perusaan kayu, toko elektronik, bengkel dan lain – lain, juga ada diantaranya, yang sangat dikenal banyak orang adalah warung makan, baik siang maupun malam hari. Sehinnga banyak orang, bahkan dari luar daerah menyempatkan diri untuk mampir untuk mencari makanan di dusun tersebut, Karena walaupun dimalam hari, bentuk dan menu makanan apapun semua tersedia.
Ngerang terkenal dengan adanya warung makan 24 jam, sehingga orang luar daerah yang bermalam di dusun Ngerang tidak Mengalami kesulitan dalam mencari makanan, ketika mau sahur untuk berpuasa, atau Cuma untuk mengganjal perut yang lagi keroncongan, semua ada di dusun Ngerang. Menu special warung dusun Ngerang adalah “nasi gori” (sego tewel). Menu makanan tersebut sudah dikenal dan tidak asing lagi ditelinga banyak orang, baik dari daerah setempat maupun luar daerah, karena menu spesial yang ditampilkan sangat menggugah selera makan seseorang. Dengan nasi dan tempe serta sayur gori yang serba hangat membuat banyak orang yang ketagihan untuk datang kembali, menikmati kelezatan nasi dengan menu makanan tersebut.
Dusun Ngerang juga menjadi obyek ziarah umat islam dari berbagai daerah, sebab di dusun ini pernah hidup seorang suci, waliyullah yang sekaligus punya keturunan bangsawan / darah biru dari Kerajaan Majapahit, Raja Brawijaya V, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya V telah menurunkan Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan Raden Bondan Kejawan menurunkan Nyai Ageng Ngerang, Nama beliau adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang sekarang populer disebut Nyai Ageng Ngerang. Siti Rohmah Roro Kasihan adalah nama asli beliau, tapi nama julukan beliau banyak sekali. Disuatu saat akan berubah nama beliau, jikalau sedang melakukan dakwah ditempat lain. Karena pada saat berdakwah kadang - kadang melibatkan pertempuran maupun peperangan, maka nama beliau harus dirubah, demi untuk mensukseskan misi dan visi dakwah beliau.
Nyai Ageng Ngerang adalah seorang waliyullah yang telah banyak melintasi perjalanan ritual yang sangat keras dan tinggi. Terbukti dengan adanya sebidang tanah yang tidak begitu luas, dibagian sebelah selatan makam beliau, ada sebuah tempat munajat dan pertapaan serta meditasi beliau yang diberi nama “punthuk”, tanah yang menjorok keatas sedikit, bila dibandingkan dengan tanah yang berada dikiri kananya. lebar dan panjangnya sekitar 2 m², ditempat tersebut, apapun namanya tumbuhan tidak bisa tumbuh dan membesar, karena tempat tesebut banyak mengandung nilai mistis dan penuh dengan spiritual.
Dan juga ada tempat yang diberi nama muludan, sebelah utara makam belaiu. Tempat ini merupakan bukti kecintaan beliau terhadap Rasulullah yaitu dengan pembacaan maulid dan mujahadah, maka karenanya beliau mendapat julukan “Pecinta Maulid”.
Muludan adalah Tanah kecil yang panjang dan lebarnya sekitar 10 m², akan tetapi walaupun kecil arealnya, tapi juga keberadaanya juga sangat mengandung nilai mistis dan spiritual yang tinggi, karena di tempat tersebut dapat memuat semua warga dusun Ngerang, ketika mengadakan acara ditempat itu, seperti sedekah bumi, bari’an dan lain sebagainya.
Beliau telah berjasa besar dalam merintis dan menyebarkan serta membumikan Agama Islam di Nusantara ini. Hal itu terbukti dengan mata telanjang, begitu maraknya para zairin – zairot dari berbagai penjuru Indonesia. Dengan berbagai upaya dan usaha kaum muslimin untuk sampai kepada makam beliau, untuk mendapatkan sesuatu yang berkah dalam hidup dan kehidupan manusia itu sendiri dengan bertawasul kepada beliau untuk meminta kepada Allah SWT.
Banyak orang yang datang dari daerah jauh dan ingin munajat dan meminta kepada Allah dan mendoakan beliau serta bertawasul ( lantaran ) kepada beliau yang menjadi kekasih Allah. Supaya maksud dan tujuanya untuk mengharapkan berkah, manfaat dan mengambil suri tauladan yang baik dari beliau, dapat dikabulkan oleh Allah SWT, dalam perjuangan dan berdakwah menyebarkan Agama Islam.
Perjuangan dan dakwah beliau dapat dikenang dan diambil sebagai suri tauladan yang baik utnuk selamanya, Terutama pada tanggal 1 muharram yang sering diperingati secara khidmat dan seksama sebagai hari ulang tahun atau haul beliau, peringatan tersebut dilaksanakan dengan sangat meriah, Karena yang hadir tidak hanya kaum muslimin dari warga dan daerah setempat saja, akan tetapi juga dari segala penjuru Indonesi. Termasuk keturunan beliau dari Keraton Surakarta Hadiningrat beserta rombongan, setiap kali peringatan haul beliau dilaksanakan, rombongan dari keraton hadiningrat selalu menyempatkan diri untuk bisa hadir dan memeriahkan serta mendoakan beliau. Supaya beliau selalu mendapat tempat yang layak disisi Allah dan akhirnya berkah dan keramat beliau mengalir kepada kita semua.
Janji beliau dimasa hidupnya, siapapun mereka dan lebih – lebih sebagai anak dan cucu beliau yang mau mendoakan dan merawat beliau dengan baik serta bertawasul kepada beliau untuk meminta kepada Allah, Maka beliau tidak akan lupa untuk memperhatikan dan mendaoakanya juga kepada Allah, supaya semua maksud dan tujuanya benar-benar dikabulkan oleh Allah SWT, yaitu diberikan keselamatan, baik di dunia maupun akhirat, walaupun dimana mereka bertempat tinggal dan mencari serta berihktiar, insyaAllah berkah dan keramat beliau selalu menyertainya.
Dengan adanya makam dan keramat beliau didusun Ngerang, membuat dusun Ngerang Tambakromo menjadi maju dalam berbagai hal pembangunan, baik dalam bentuk mental maupun spiritual. Sehingga dusun tersebut menjadi dusun yang baldatun, toyyibatun, warobbun ghofur (dusun yang baik, aman dan nyaman serta bermanfaat baik di dunia dan akhirat ). Semua itu seperti halnya yang dicita – citakan dan diharapkan oleh Nyai Ageng Ngerang dalam bertualang untuk misi dakwah dari tempat yang satu ketempat yang lain tanpa lelah dan putus asa, karena ikhlas hanya untuk Allah SWT. Akhirnya beliau dipanggil oleh Allah SWT dan jasad beliau dimakamkan di dusun Ngerang Tambakromo Pati Jawa Tengah.




MANAQIB NYAI AGENG NGERANG
A. ASAL - USUL NYAI AGENG NGERANG
Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan. Walaupun disisi lain, ada yang mengatakan bahwa nama beliau banyak sekali, bahkan sampai 24 nama, akan tetapi itu hanya nama samaran ketika beliau mengadakan peperangan dengan bertujuan untuk berdakwah, menyebarkan agama Islam, Supaya tidak diketahui jatidiri beliau sebenarnya. Karena kalau nama asli beliau yang dipergunakan, justru akan menghambat misi perjuangan dakwah beliau.
Beliau adalah merupakan seorang waliyullah yang banyak disegani banyak orang, karena disamping beliau mempunyai keturunan bangsawan / darah biru dari Raja Brawijaya V, juga beliau seorang Waliyullah yang gigih dan berani untuk menegakkan kebenaran serta Penyayang dan Melindungi kaum yang lemah dan teraniaya.
Beliau senang sekali terhadap orang yang kehidupanya sederhana serta suka membantu orang yang mengalami kesusahan dalam menghadapi problema kehidupan yang tak kunjung sirna, selama mereka mau bertawasul kepada Beliau. Sesuai dengan namanya Siti Rahmah Roro Kasihan adalah seseorang yang suka menaruh belas kasihan / iba dan memberi kasih sayang terhadap kaum muslimin yang ingin mendoakan dan sekaligus membutuhkan bantuan beliau ( Tawasul kepada beliau ) untuk meminta kepada Allah SWT.
Beliau mempunyai pandangan yang jauh dan luas dalam hidup dan kehidupan manusia secara hakiki. Sebagai seorang sufi yang tidak senang dengan kemewahan dunia belaka, maka hidupnya diabdikan dan tawakal kepada Allah untuk berjuang menegakkan agama islam dengan berdakwah dari tempat satu ketempat yang lain, yang beliau anggap tepat sasaranya.
Menurut apa yang dituturkan dari berbagai sumber dan catatan – catatan bersejarah, bahwa beliau berasal dari kerajaan majapahit tepatnya pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V, Prabu Kertabumi, yang telah menurunkan Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Raden Bondan kejawan mempunyai istri Dewi Nawangsih. Dewi Nawangsih merupakan Putri dari Nawang Wulan dan Nawang Wulan adalah istri dari Ki Jaka Tarub, Kidang Telangkas.
Raden Bondan Kejawan menurunkan tiga putra, yaitu Ki Ageng Wanasaba, Ki Ageng Getas Pandawa dan Putri yang bungsu bernama Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan.
Adapun sejarah kedatangan beliau menurut catatan ahli tarikh. Pada waktu itu beliau hidup dalam kerajaan yang syarat dengan banyak aturan duniawi, serta terbelenggunya kegiatan penyebaran agama islam, oleh karena itu, beliau melakukan melanglang buana dalam rangka misi dakwah dengan menjauhkan diri dari kerajaan tesebut untuk benar – benar dapat menemukan kehidupan yang hakiki dan diridhoi ilahi robbi. Dengan uzlah (mengasingkan diri) dan berdakwah agama islam, dengan sistim berpindah tempat, dari tempat satu ketempat yang lain, termasuk pernah singgah ditanah muria, dan akhirnya beliau mendapatkan wilayah yang layak dan tepat untuk berdakwah yaitu di Pati kidul, tepatnya di dusun Ngerang Tambakromo Pati.
Dalam cerita masyarakat, bahwa pada saat berkumpul dan musyawarah beserta para saudara, Auliya dan penggede pada saat itu, untuk menentukan langkah selanjutnya dalam misi perjuangan dakwah. Beliau kadang diremehkan, karena seorang perempuan. “Perempuan identik dirumah dan tidak bisa berbuat apa-apa, bagian perempuan hanya sedikit (setengah bagian dari laki-laki), lain halnya dengan bagian laki-laki ”, karena langkah seorang perempuan itu sempit dan tidak bisa mendapatkan wilayah kekuasaan yang begitu luas. Oleh karenya menurut beberapa versi, beliau langsung membakar Slendang Kemben yang menjadi warisan dari nenek beliau Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub. Dan beliau berkata, “Langes dari bakaran slendang ini yang dibawa angin, dimanapun jatuhnya, dan tempat yang kejatuhan langes tersebut akan menjadi Bumi Ngerang. Ada juga yang mengatakan bahwa slendang beliau di hamtamkan keatas udara dan keluar percikan api dan percikan api tersebut mengeluarkan sisa yang dinamakan langes.
Menurut versi lain bahwa beliau membuat perapian dengan membakar sisa batang padi, kemudian langes dari perapian tersebut ditiup angin dari hembusan Slendang Kemben beliau. Kemudian langes tersebut dimanapun jatuhnya akan membentuk bumi Ngerang.
Dengan melihat kejadian tersebut, konon saudara-saudara beliau juga tidak mau kalah dengan apa yang telah dilakukakanya, maka tidak berfikir banyak, saudara-saudara beliau kemudian membakar kaosnya. Dimanapun langes bakaran dari kaos tersebut jatuh, maka akan membentuk bumi / tanah muria. Dengan demikian itu bumi Ngerang dan bumi muria terdapat dimana-mana. Dan bumi tersebut tidak ada yang kuat menempatinya ( banyak problem dan masalah kehidupan yang dihadapinya ), kecuali yang memanfaatkan adalah anak dan cucu beliau.
Didalam perjalanan perjuangan dakwah Nyai Ageng Ngerang sangat penuh dengan cobaan, rintangan dan halangan. Tapi itu semua, tidak membuat beliau jera dan putus asa, karena perjuangan untuk membumikan syariat agama Islam, syarat dengan halangan dan rintangan. Perjuangan beliau berakhir didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati Jawa Tengah. Akhirnya beliau membangun masjid dan tempat tinggal sebagai wadah untuk istiqomah dalam berdakwah di dusun Ngerang tersebut, tepatnya di muludan, sebelah utara makam beliau.
Makam Beliau ada di dusun Ngerang kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, tanah pemakaman beliau disebut dengan istilah sentono ( tanah kerajaan ), karena dahulu ditempat itu merupakan sebuah kerajaan dimasa hidup beliau. Makam beliau sangat dikeramatkan, dihormati dan dirawat serta dijaga oleh warga dusun Ngerang Tambakromo Pati dengan baik, karena beliau selain sebagai pejuang islam yang tangguh, juga beliau merupakan cikal bakal dusun Ngerang Tambakromo.
B. SILSILAH KETURUNAN BELIAU
Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi, Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.
Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain. Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana,
Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.
Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.
Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.
Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.
Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.
Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang.
Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Sunan Muria, bahwa Sunan Muria merupakan saudara Nyai Ageng Ngerang yang kesekian kalinya. Dengan melihat beberapa versi tentang silsilah orang tua Sunan muria. Versi pertama mengatakan bahwa Sunan Muria anak Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, padahal anaknya sunan Kalijaga yang bernama Raden Ayu Penengah menjadi istri Ki Ageng Ngerang III, oleh karena itu dapat tarik kesimpulan bahwa Sunan Muria bukan menantu Nyai Ageng Ngerang, seperti yang disebutkan dalam cerita masyarakat, bahwa Dewi Roroyono menjadi Putri Nyai Ageng Ngerang dan diperistri Sunan Muria. Sunan Muria merupakan keponakan Nyai Ageng Ngerang dari Sunan Kalijaga.
C. SAUDARA – SAUDARA BELIAU
Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :
  1. Ki Ageng Wanasaba
  2. Ki Ageng Getas Pendawa dan
  3. Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan
1. Ki Ageng Wanasaba, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto.
Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.
Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).
Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.
Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.
2. Ki Ageng Getas Pendawa, yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.
Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.
Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.

BAB III
PERISTIWA DAN KERAMAT BELIAU
Nyai Ageng Ngerang disamping merupakan keturunan bangsawan / darah biru dari kerajaan Majapahit, Prabu Kertabumi, juga seorang waliyullah yang selalu belajar dan memperdalam ilmu pengetahuan agama dengan tekun, sering pula beliau melatih jiwa dengan tirakat dan riyadhoh yang tak kunjung berhenti dan selalu istiqomah.
Disebelah selatan makam beliau ada sebuah tempat yang syarat dengan mistis, yang masyarakat sekarang menamakanya dengan istilah ‘Punthuk’ tempat ini merupakan tempat bertapa, meditasi dan munajat beliau kepada Allah SWT, sehingga mendapatkan ketenganan jiwa dan derajat yang mulia disisi Allah, Tempat tersebut sampai sekarang tidak ada tumbuhan yang dapat bersemi dan berkembang.
Disebelah utara makam beliau juga terdapat sebuah tempat yang bernama Muludan, ditempat itu penuh dengan sejarah, disamping sebagai bekas peninggalan masjid dan padepokan beliau. Beliau juga sering mewujudkan kecintaanya kepada Rasulullah dengan banyak melantunkan sholawat dan pembacaan maulid nabi Muhammad ditempat itu. Oleh Karena itu Beliau mendapat julukan dengan sebutan Pecinta Maulid Sejati.
Muludan sebuah tempat yang tidak begitu laus arealnya, kurang lebih sekitar 10 m², walaupun demikian, dengan kemulyaan dan keramat beliau, yang diberikan oleh Allah SWT, membuat tempat itu dapat menampung seluruh warga dukuh Ngerang ketika mengadakan ritual sedekah bumi dan lain sebagainya.
Dengan begitu, karena banyaknya pengabdian dan pelatihan serta pembersihan jiwa dihadapan sang kholiq, membuat beliau diberikan fasilitas dan keistimewaan oleh Allah, berupa keramat (Kemuliaan disisi Allah). Menurut beberapa sumber yang telah diwawancarai oleh penulis, bahwa beliau banyak memiliki keramat diantaranya :
1. Shohibul Maqbaroh yakni keberadaan beliau setiap saat, apabila beliau dikehendaki untuk datang dan dibacakan surat fatihah kemudian dihadiahkan kepada Rasul kemudian beliau, insyaAllah beliau akan datang menemuinya, bagi yang dikehendaki oleh Nyai Ageng Ngerang dengan melihat kebersihan dan kesucian hati orang tersebut[1].
2. Beliau punya khadam yang berupa kuda yang disebut “Jaran Sembrani”, jikalau beliau bebergian untuk berdakwah selalu naik kuda tersebut, konon warga Ngerang tidak boleh memiliki peliharaan kuda, sebab bisa dikatakan menandingi kuda beliau, dengan melihat fakta, bahwa ketika ada acara haul Nyai Ageng Ngerang, dan pada saat dan waktu kirab luwur berlangsung, ada sebagian orang yang ikut kirab tersebut sambil membawa kuda. Dan kuda tresebut, setelah masuk halaman makam kemudian kuda itu langsung berontak dan negar – negar (mengangkat kepala dan kaki depan) serta langsung berbalik arah. Seakan-akan minta cepat kembali dari makam itu.
3. Beliau juga punya khadam yang berupa Lembu Peteng, harimau. Setiap kali ada acara haul Nyai Ageng Ngerang, Lembu tersebut kerap datang dan lewat kerumunan orang banyak dan bersama-sama ikut kirab luwur, walaupun demiikian tidak ada satupun orang yang tahu akan kehahadiranya ditengah – tengah orang. Akan tetapi bagi orang yang disayang dan dicintai beliau, dapat mengetahui dan melihat keberadaan Khadam yang berupa lembu tersebut.
4. Beliau juga pewaris sendang widodari dari neneknya Nawang Wulan, disamping itu beliau dapat warisan Slendang Kemben, slendang tersebut yang dapat membentuk tanah / bumi Ngerang, sehingga tanah / bumi Ngerang berada dimana-mana. Ketika beliau ada masalah wilayah yang menjadi kekuasaanya dengan raja – raja dan penggede di tanah jawa dengan direndahkan sebagai seorang wanita tidak bisa kemana – mana atau sempit langkahnya dan sedikit wilayahnya, oleh karena itu slendang beliau disambarkan keatas dan langsung mengeluarkan api, dan api tersebut menyisahkan abu atau langes. Dimanapun tempat yang kejatuhan langes tersebut, maka tanah yang terkena langes slendang kemben akan menjadi tanah Ngerang, konon tanah Ngerang tersebut, tidak ada yang kuat menempati dan memanfaatkanya, karena banyak problem kehidupan yang tidak kunjung hilang, kecuali orang Ngerang dan anak serta cucu Nyai Ageng Ngerang yang kuat menempatinya.
5. Beliau juga mempunyai khadam yang berupa hewan banteng, menurut cerita masyarakat, ketika beliau bertani dan bercocok tanam, tiba – tiba lahan pertanian yang digarab oleh beliau diserang segrombolan banteng dan mengamuk serta ingin merusak tanaman, tapi alhamdulillah dengan ijin Allah beliau dapat mengalahkan dan akhirnya banteng tersebut tunduk serta diberikan minum yang diambil dari Sendang Putih. Sendang putih keberadaan tempatnya sekarang di dusun mbanger Mojo Mulyo Tambakromo Pati. Sendang tersebut banyak orang yang mengambil berkah dan dijadikan obat penyembuhan segala penyakit. Kemudian Banteng tersebut menjadi khadam beliau. Oleh karena itu disebelah selatan makam beliau, jurusan dusun Seleneng, ada sawah yang namanya “sawah bantengan”.
6. Beliau kemana – mana selalu diikuti angin, suara gemuruh angin yang menjadi kendaraan beliau. Dengan istillah angin maka itu menjadi ciri khas Beliau, beliau dapat mencegah dan mendatangkan angin. Konon bagi siapapun yang mempunyai nazar ( uni / janji ) kepada Allah lantaran beliau dan tidak mau menepati janjinya karena sudah berhasil maksud dan tujuanya , maka akan datanglah angin yang dapat memporak-porakdakan desa tersebut. Beliau juga mempunyai genteng yang dipercaya dan diyakini oleh banyak orang dapat tolak hujan, akan tetapi setelah pinjam genteng tersebut harus dikembalikan. Jika tidak dikembalikan kepada beliau maka akan diporak-porakdakan desa tersebut dengan angin yang menjadi kebesaran beliau. Seperti yang didengar oleh penulis sendiri. Tepatnya didaerah Kayen ketika dilanda angin puting beliung, ada sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa ada sebagian masyarakat yang telah pinjam genteng Nyai Ageng Ngerang untuk keperluan tertentu, tapi setelah hasil maksud dan tujuan, akhirnya tidak mau mengembalikan genteng tersebut, maka desa itu dilanda angin puting beliung.
7. Keramat beliau yang lain, berhubungan dengan kain luwur. Setiap 1 Muharram sering diganti yang baru dan luwur yang lama dilelang. Banyak orang yang mengatakan bahwa barkah dari luwur tesebut sangat luar biasa. Dari beberapa sumber yang didapatkan oleh penulis, ada seorang yang sedang merantau di Malaysia. Orang tersebut tidak punya Paspor, karena tanpa sengaja paspor tersebut hilang. Walaupun demikian orang tersebut punya keinginan untuk pulang ke Indonesia dan takut karena tidak punya paspor, maka dia mengambil berkah dengan kain / luwur Nyai Ageng Nngerang, alhamdulillah di Bandara tidak menemukan masalah / tertangkap oleh Polisi Diraja Malaysia. Ada juga Rombongan Satu Bus, yang sedang dalam perjalanan menuju Sumatera karena merantau untuk mengais rizki disana, akan tetapi ditengah perjalanan, tiba-tiba bus oleng dan terperosok kejurang. Alhamdulillah dengan berkah kain / Luwur Nyai Ageng Ngerang para penumpang tersebut tidak ada yang luka serius dan selamat semua. Juga ada peristiwa kapall tenggelam dan diantara penumpang tersebut ada yang membawa kain / luwur Nya Ageng Ngerang, alhamdulillah walaupun sudah tiga hari diombang - ambing ombak di tengah laut. Tetapi selamat atas berkah dan lantaran Nyai Ageng Ngerang. Dan akhirnya orang tersebut bersyukur kepada Allah dan datang kemakam Nyai Ageng Ngerang untuk mengucapkan terimakasih dan memberikan sedekah. Ada juga ketika ditengah hutan, tepatnya di Sumatra. Ada seekor babi hutan sedang mengamuk, akan tetapi senjata apapun tidak ada yang mempan untuk melukai binatang itu, akan tetapi ada sebagian orang memiliki kacu dari makamnya beliau, kemudian kacu itu diikatkan dengan senjatanya. Setelah dilemparkan ternyata dapat melukai hewan tersebut, termasuk kacu tersebut dapat dipakai untuk menyembelihnya. Begitu banyaknya manfaat dan berkah dari kain / luwur makam Nyai Ageng Ngerang yang tidak bisa disebutkan semau oleh penulis karena sudah terlalu banyaknya keramat beliau. Sehingga Banyak orang yang antusias dan mencari kain tersebut untuk dijadikan wasilah, karena beliau dekat dengan Allah, sehingga permintaan kepada Allah lantaran Nyai Ageng Ngerang mudah dikkabulkan oleh Allah SWT. Semua itu demi keselamatan, usaha mencari ma’isyah (harta benda) untuk menafkahi keluarga. Banyak orang yang mengharapkan berkah dan manfaat dari orang suci dan waliyullah Nyai Ageng Ngerang. Yang penting semua itu, tidak menyebabkan musyrik (menyekutukan Allah), begitu juga tidak dipergunakan untuk berbuat sombong didalam hidup dan kehidupan manusia, karena Nyai Ageng Ngerang Tidak senang dan benci dengan Sifat yang demikian tersebut.
8. Keramat beliau yang tak kalah pentingnya adalah Karak / Nasi khusus yang telah didoakan di makan Nyai Ageng Ngerang. Nasi tersebut banyak orang yang percaya dan meyakininya denga penuh dengan berkah dan banyak manfaatnya, antara lain untuk pengobatan, usaha dan lain sebagainya. Ada yang lebih khusus lagi yaitu dipergunakan untuk tolak angin / terhindar dari angin kencang, ketika ada angin kencang, karak tersebut kemudian dilemparkan didepan rumah / atau keatas genteng serta bertawasul kepada Rasulullah dan kemudian Nyai Ageng Ngerang, insyaAllah terhindar dari angin kencang tesebut / angin tersebut menghindar
dan lari dari rumah yang bersangkutan

WAFAT DAN HAUL BELIAU
Melihat sosok Nyai Ageng Ngerang sebagai seorang yang suci, berketurunan darah biru dan sekaligus sebagai Waliyullah. Membuat dusun Ngerang akan menjadi maju dalam pembangunan mental dan spiritual.
Kehadiran Nyai Ageng Ngerang di dusun Ngerang dapat mewarnai dalam bentuk kehidupan, desanya dapat dijadikan bekal yang sangat berharga untuk meraih masa depan yang lebih baik bagi warga dusun Ngerang khususnya, dan seluruh kaum muslimin ummnya. Dalam hal ini tampak jelas, bahwa dengan melihat potret keberadaan dusun Ngerang, keberadaan dusun tersebut sekarang sudah dikenal sebagai desa santri, karena banyak TPQ dan Banyak Pesantren dikelak kemudian.
Ini semua bisa diambil sebgai mauidhah dan pelajaran yang sangat berharga dalam berdakwah, bahwa islam bukanlah sebuah ajaran yang hanya diyakini dan dipahami belaka, melainkan harus dengan berbagai cara dan susah payah dalam perjuangan dan penegakan serta pemeliharaanya, supaya syariat islam dapat dilaksanakan dengan exis dan istiqomah demi untuk mencapai ibtigha’an fi mardhotillah.
Dengan Qodho dan taqdir Allah SWT. Kembalilah beliau, almarhum kepangkuan-Nya dengan tenang, “ Inna Lillahi Wa Inna ilaihi Rajiun”, Kita semua kaum muslimin yang ditinggalkkan merasa sekali dilubuk sanubari yang tulus, betapa kita telah sangat kehilangan seorang tokoh besar, keturunan darah biru dan sekaligus Waliyullah, sangat berjasa untuk merintis dan mengajarkan nilai-nilai keagamaan yang luhur dan sangat mulia.
Walaupun beliau telah wafat dan meninggalkan kita semua, tapi tak akan lapuk dan hilang begitu saja dalam dada sebagai murid dan anak cucu beliau, untuk selalu memelihara dan memakmurkan serta menyuburkan apa yang beliau tanam. Sehingga peninggalan beliau yang sangat berharga itu, benar – benar menjadi bermanfaat untuk selamanya.
Ngerang yang sekarang sudah tidak merupakan hutan lagi dan tidak ada penghuni, sekarang menjadi subur dan makmur yang selalu memancarkan cahaya iman dan taqwa, tiang dan panji serta kejayaan Islam akan menjadi jaya dan merdeka dari belenggu Penjajah, baik berupa manusia maupun syaitan.
Di dusun Ngerang telah berdiri berbagai lembaga Formal maupun nonformal dari tingkat PAUD. TK dan Sekolah Dasar sampai kepada tingkat Menengah Keatas. Semua itu adalah merupakan buah dari Perjuangan beliau, yang dalam usahanya tidak lepas dari berbagai rintangan dan tantangan yang berat. Penghargaan dan ucapan terimakasih selama ini yang kita berikan kepada beliau, sama sekali beum mencukupi, jika dibandingkan dengan jasa – jasa perjuangan yang beliau hadiahkan dan persembahkan kepada umat islam. Hanya kepada allah SWT kita memohon, semoga beliau selalu mendapat maqfiroh, rahmat dan balasan yang mulia serta layak disisi Allah AWT. Amin.
Jenazah beliau dimakamkan di dusun Ngerang, dibawah lereng gunung Kendeng yang udaranya sangat segar dan sejuk. Hari tanggal wafat beliau tidak dapat diketahui secara pasti, karena terlalu panjang kurun hidup beliau dengan sekarang sampai ratusan tahun, namun setiap tanggal 1 Syuro / Muharram diperingati sebagai hari haul / ulang tahun beliau.
SEJARAH INI DI DAPATKAN DARI BERBAGAI SUMBER ANTARA LAIN
  1. RT. Hamaminatadipura, “Babad Karaton Mataram”.
  2. Soeprapto, “Riwayat Keraton Surakarta”.
  3. Umar Hasyim, “Sunan Muria Antara fakta dan Legenda”.
  4. M. Puspopranoto, “Riwayat Negeri pati”.
  5. Ahmadi, S.Pd.” Sejarah Pati”.
  6. Sholikhin Salim, “Sekitar Walisongo”.
  7. A.M. Nurtjahyo, “Cerita Rakyat Sekitar Walisongo”.
  8. K.H. Mustofa Bisri, “Tarikhul Auliya”.
  9. Praba Hapsara dan Eva Banowati, “Kisah – Kisah Lama dari Pati”.
  10. Endar Wisnu Mulyani, ”Kejayaan Bangsa di jaman”. Kerajaan.
  11. Ahnan M.H. dan Ustad Maftuh Ahnan, 1994. “Serpihan Mutiara Kisah walisongo. Anugerah, Surabaya”.
  12. Graff. DR.H. J. de. 1987. “Awal Kebangkitan Mataram”. Pt. Pustaka grafitti. Jakarta
  13. Wirya Panitra, 1993.” Babad Tanah Jawi”, Dahara Prize Semarang.
  14. Moedjanto, 1987. ”Konsep Kekuasaan Jawa”, Jakarta.
  15. ………. Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi.


[1] KH. Ridwan Aziz, sesepuh dusun Mbanger Mojomulyo
[2] Cerita masyarakat dusun Ngerang
[3] Mbah Kapi, sesepuh dusun Ngerang
[4] KH. Ridwan Aziz Al-Hafidl, sesepuh dusun Mbanger Mojomulyo
[5] K. Muhtar Amin, sesepuh dusun Mbanger Mojomulyo
[6] Cerita Masyarakat Talun Kayen
[7] Suparman TG, Juru Kunci Makam Nyai Ageng Ngerang
[8] Cerita masyarakat dusun Ngerang


[1] Ahmadi, Sejarah Pati, hal. 43
[2] Himpunan Sejarahing Nata Tanah Jawi, hal. 65
[3] KGR. Wandansari, Silsilah Raja Tumapel, Singasari dan Majapahit
[4] …. Pustoko Darah Agung, Babat Tanah Jawi
[5] Ahmadi, Sejarah Pati, hal 43
[6]… Pustoko Darah Agung, Babat Tanah Jawi.
[7] R.T. Hamaminatadipura, babat Karaton Mataram, hal 17
[8] Himpunan Sejarahing Tanah Jawi, hal 64
[9] Bimo janing Jati, different taste and more idealisme.

diambil dari  http://kincho-ngerang.blogspot.com/

Nyai Ageng Ngerang

Menurut beberapa catatan dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk dari Keraton Surakarta Hadiningrat, bahwa Nyai Ageng Ngerang mempunyai nama asli Siti Rohmah Roro Kasihan, setelah menikah dengan Ki Ageng ngerang, nama beliau berubah menjadi Nyai Ageng Ngerang. Beliau mempunyai tali lahir maupun batin dengan sultan – sultan dan guru besar agama yang bersambung pada Raja Brawijaya V, raja majapahit Prabu Kertabumi,

Beliau diberikan nama dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang dan makamnya ada didusun Ngerang Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, ada beberapa versi yang mengatakan, beliau senang membantu orang yang sedang di ganggu demit dan termasuk didusun Ngerang juga banyak demit yang pating sliwerang, kemudian dikalahkan dan diusir oleh beliau dari dusun itu, maka oleh karena itu beliau disebut Nyai Ageng Ngerang.

Dilihat dari silsilah beliau kebawah dan seterusnya. Nyai Ageng Ngerang yang makamnya di Ngerang Tambakromo Pati adalah Nyai Ageng Ngerang, Siti rohmah Roro Kasihan. Beliau di peristri Ki Ageng Ngerang I.Ki Ageng Ngerang I Putra dari Syaihk Maulana Malik Ibrahim. Dan atas perkawinan Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang I, beliau mempunyai dua orang Putra, Pertama adalah seorang putri dan belum diketahui dan dijelaskan namanya didalam buku – buku maupun sumber lain.

Putri Beliau yang pertama diperistri oleh Ki Ageng Selo. Dan Ki Ageng Selo adalah putra dari Ki Ageng Getas Pendawa. Putra yang kedua beliau adalah Ki Ageng Ngerang II yang disebut Ki Ageng Pati, makamnya sekarang berada di Ngerang Pakuan Juana, Ki Ageng Ngerang II mempunyai empat putra yaitu Ki Ageng ngerang III, Ki Ageng Ngerang IV, Ki Ageng Ngerang V dan Pangeran Kalijenar.

Sedangkan Ki Ageng Ngerang III, Makamnya sekarang ada di Laweyan solo Jawa Tengah. Ki Ageng Ngerang III ini yang telah menurunkan Ki Ageng Penjawi. Ki Ageng Penjawi, orang yang pernah menjadi Adipati Kadipaten pati setelah gugurnya Arya Penangsang, Arya Penangsang adalah adipati Jipang Panolan dan Arya penagnsang adalah putra Pangeran Sedalepen.

Ki Ageng Penjawi sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh laskar Soreng yang dpimpin oleh Arya Penangsang, untuk membunuh semua keturunan Sultan Trenggono, karena iri hati. Sedangkan Ki Ageng Penjawi sebagai panglima perang bersama Danang Sutawijaya, Ki Juru Mertani, Ki Pemanahan ( tiga Serangkai ) akhirnya dapat mengalahkan Arya Penangsang beserta bala tentaranya.

Dari silsilah Nyai Ageng Ngerang keatas, beliau menjadi Putri bungsu Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng, atas pernikahanya dengan Dewi Nawangsih. Dan Raden Bondan Kejawan sendiri merupakan Putra dari Raja Brawijaya V, Raja majapahit, Prabu Kertabumi. Raja Brawijaya bertahta pada tahun 1468 – 1478 M.

Ayah Nyai Ageng Ngerang masih saudara Raden Patah. Raden Patah adalah orang yang pertama kali menjadi Sultan pada Kerajaan Islam pertama di pulau jawa, yaitu Kasultanan Demak Bintoro. Kerajaan islam pertama dijawa yang didirikan oleh Raden Patah dan Raden Patah bergelar “Akbar Alfatt” Raden Patah juga Putra Raja Brawijaya V dengan ibu keturunan Champa, daerah yang sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam.

Hubungan Nyai Ageng Ngerang dengan Jaka Tarub, Kidang Telangkas. Jaka tarub mempunyai istri bernama Nawang Wulan. Nawang Wulan dan Ki Jaka Tarub mempunyai Putri Nawangsih dan Nawangsih diperistri Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Nawangsih, telah menurunkan tiga putra, pertama Syaikh Ngabdullah yang sekarang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Wanasaba, dan putra kedua adalah Syaikh Abdullah yang terkenal dengan sebutan Ki Ageng Getas Pandawa dan yang bungsu adalah Siti Rohmah Roro Kasihan yang terkenal dengan sebutan Nyai Ageng Ngerang.

SAUDARA – SAUDARA BELIAU

Seperti yang disebutkan diatas. Diceritakan bahwa pada sekitar tahun 1468 – 1478 M. ada seorang Prabu Kertabumi yang bertahta, raja Brawijaya V. kerajaan Majapahit yang menikah dengan seorang putri yang bernama Dewi Wandan Kuning. Atas pernikahan itu menurunkan putra bernama Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng. Dan dari perkawinan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih yang menjadi putri Ki Ageng Jaka Tarub dan Nawangwulan. Pernikahan Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih mempunyai tiga orang Putra yaitu :
1.Ki Ageng Wanasaba
2.Ki Ageng Getas Pendawa
3.Nyai Ageng Ngerang / Roro Kasihan

1. Ki Ageng Wanasaba
Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Ngabdullah merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama / sulung, yang sekarang makamnya ada di daerah yang bernama kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Plobangan Selo merto. Dalam masa hidupnya, Ki Ageng Wanasaba juga sebagai seorang Pemimpin yang yang hebat dan karismatik. Ki Ageng Wanasaba dikenal juga dengan julukan Ki Ageng Dukuh, akan tetapi desa Plobangan lebih dikenal dengan Ki wanu / Ki wanusebo. Perbedaan nama tersebut disebabkan dialek daerah Wanasaba tersebut terpengaruh oleh dialek Banyumas.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah, yang telah melanglang buana keberbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Ki Ageng Wanasaba merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peten , putra Brawijaya V yang menikah dengan Nawangsih, dan Nawangsih sendiri putri dari Ki jaka Tarub yang menikah dengan Dewi Nawang wulan ( epos Jaka Tarub ).

Ki Ageng Wanasaba mempunyai Putra yaitu Pangeran Made Pandan, nama lain dari Ki Ageng Pandanaran. Pangeran Made Pandan mempunyai putra Ki Ageng Pakiringan yang mempunyai istri bernama Rara Janten. Dari pasangan ini mempunyai empat Putra yaitu Nyai Ageng Laweh, Nyai Ageng Manggar, Putri dan Ki juru Mertani.

Situs makam Ki Ageng Wanasaba saat ini dipugar, dikeramatkan dan dijaga dengan baik oleh warga sekitar. Lokasi situs ini sangat dihormati oleh masyarakat, karena KI Ageng Wanasaba merupakan tokoh penyebar agama islam dan sekaligus cikal bakal dari desa Plobangan Selomerto kabupaten wonosobo. Di sekitar makam Ki Ageng Wanasaba terdapat tiga makam kuno. Konon tiga makam itu juga merupakan pendahulu, seorang ulama yang sejaman dengan Ki Ageng Wanasaba.

2. Ki Ageng Getas Pendawa,
Yang nama aslinya adalah Kyai Ageng Abdullah atau yang disebut Raden Depok adalah saudara kandung beliau, Ki Ageng Getas Pendawa merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang kedua. Ki Ageng Getas Pendawa juga seorang yang hebat, berwibawa dan karismatik serta sangat sederhana dalam hidup dan kehidupan manusia.

Beliau juga seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa, oleh karena itu beliau disebut Ki Ageng Getas Pendawa. Beliau sangat tangguh dan konon sangat kuat dalam riyadhoh / tirakat, mengolah batin untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan harapan bisa menenangkan diri dan dapat menyebarkan agama islam dengan ikhlas, tulus dan berhasil. Makam beliau juga dikeramatkan oleh warga sekitar. Makam Ki Ageng Getas Pandawa ada di desa Kuripan Purwodadi, Grobogan.

Ki Ageng Getas Pendawa mempunyai putra yang bernama Ki Ageng Sela, Nyai Ageng Pakis, Ki Ageng Purna. Ki Ageng Kare, Ki Ageng wanglu, Ki Ageng Bokong dan Ki Ageng Adibaya. Sedangkan Ki Ageng Sela mempunyai Putra KI Ageng Enis dan Ki Ageng Enis menurunkan putra yang bernama Ki Ageng Pemanahan.

Ki Ageng Selo

Babad Tanah Jawi menyebutkan, Ki Ageng Selo adalah keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V. Pernikahan Brawijaya V dengan Putri Wandan Kuning melahirkan Bondan Kejawen atau Lembu Peteng. Lembu Peteng yang menikah dengan Dewi Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub, menurunkan Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas Pendawa lahirlah Bogus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki Ageng Selo.

Lantas, bagaimana juntrungan-nya Ki Ageng Selo bisa disebut penurun raja-raja Mataram? Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis menurunkan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan menurunkan Panembahan Senapati. Dari Panembahan Senapati inilah diturunkan para raja Mataram sampai sekarang.
 Namun, perkembangan ini hendaknya tidak melenakan, bahwa di sisi lain ada hal urgen yang mutlak diperhatikan. Yaitu, keabadian sejarah dan konsistensi mengamalkan Serat Pepali Ki Ageng Selo, yang merupakan pengejawantahan ajaran Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Untuk yang pertama (mengabadikan sejarah) meniscayakan adanya kodifikasi sejarah Ki Ageng Selo dalam satu buku khusus, sebagaimana Wali Songo dan para wali lain bahkan para kiai mutakhir juga diabadikan ketokohan, jasa-jasa, dan keteladanannya dalam catatan sejarah yang utuh dan tuntas. Dari pengamatan penulis, buku-buku sejarah yang ada saat ini hanya menuturkan sekelumit saja tentang keberadaan Ki Ageng Selo sebagai penurun para raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta), serta kedigdayaannya menangkap petir (bledeg).
Minimnya perhatian ahli sejarah dan langkanya buku sejarah yang mengupas tuntas sejarah waliyullah sang penangkap petir, memunculkan kekhawatiran akan keasingan generasi mendatang dari sosok mulia kakek moyang raja-raja Mataram. Tidak mustahil, anak cucu kita (termasuk warga Surakarta dan Yogyakarta) akan asing dengan siapa dan apa jasa Ki Ageng Selo serta keteladanan-keteladanannya. Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa Surakarta dan Yogyakarta memiliki ikatan sejarah dan emosional yang erat dengan Selo. Mungkin hanya warga di lingkungan Keraton yang mengetahui itu. Padahal ikatan itu kian kukuh dengan diabadikannya api bledeg di tiga kota tersebut. Bahkan pada tahun-tahun tertentu (Tahun Dal), untuk keperluan Gerebeg dan sebagainya, Keraton Surakarta mengambil api dari Selo.
Cerita Ki Ageng Sela merupakan cerita legendaris. Tokoh ini dianggap sebagai penurun raja - raja Mataram, Surakarta dan Yogyakarta sampai sekarang. Ki Ageng Sela atau Kyai Ageng Ngabdurahman Sela, dimana sekarang makamnya terdapat di desa Sela, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Dati II Grobogan, adalah tokoh legendaris yang cukup dikenal oleh masyarakat Daerah Grobogan, namun belum banyak diketahui tentang sejarahnya yang sebenarnya. Dalam cerita tersebut dia lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu menangkap halilintar (bledheg).
Menurut cerita dalam babad tanah Jawi ( Meinama, 1905; Al - thoff, 1941), Ki Ageng Sela adalah keturunan Majapahit. Raja Majapahit : Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning. Dari putri ini lahir seorang anak laki - laki yang dinamakan Bondan Kejawan. Karena menurut ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja, Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja : Ki Buyut Masharar setelah dewasa oleh raja diberikan kepada Ki Ageng Tarub untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub, namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Ki Ageng Tarub atau Kidang Telangkas tidak lama meninggal dunia, dan Lembu Peteng menggantikan kedudukan mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II. Dari perkawinan antara Lembu Peteng dengan Nawangsih melahirkan anak Ki Getas Pendowo dan seorang putri yang kawin dengan Ki Ageng Ngerang.
Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh orang yaitu :
1.       Ki Ageng Sela,
2.       Nyai Ageng Pakis,
3.       Nyai Ageng Purna,
4.       Nyai Ageng Kare,
5.       Nyai Ageng Wanglu,
6.       Nyai Ageng Bokong,
7.       Nyai Ageng Adibaya .
Kesukaan Ki Ageng Sela adalah bertapa dihutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi - bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Bahkan akhirnya Ki Ageng Sela mendirikan perguruan Islam. Muridnya banyak, datang dari berbagai penjuru daerah. Salah satu muridnya adalah Mas Karebet calon Sultan Pajang Hadiwijaya. Dalam tapanya itu Ki Ageng selalu memohon kepada Tuhan agar dia dapat menurunkan raja - raja besar yang menguasai seluruh Jawa .
Kala semanten Ki Ageng sampun pitung dinten pitung dalu wonten gubug pagagan saler wetaning Tarub, ing wana Renceh. Ing wanci dalu Ki Ageng sare wonten ing ngriku, Ki Jaka Tingkir (Mas Karebet) tilem wonten ing dagan. Ki Ageng Sela dhateng wana nyangking kudhi, badhe babad. Kathinggal salebeting supeno Ki Jaka Tingkir sampun wonten ing Wana, Sastra sakhatahing kekajengan sampun sami rebah, kaseredan dhateng Ki Jaka Tingkir. ( Altholif : 35 - 36 ) .
Impian tersebut mengandung makna bahwa usaha Ki Ageng Sela untuk dapat menurunkan raja - raja besar sudah di dahului oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet, Sultan Pajang pertama. Ki Ageng kecewa, namun akhirnya hatinya berserah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kemudian kepada Jaka tingkir, Ki Ageng sela berkata :
Nanging thole, ing buri turunku kena nyambungi ing   wahyumu (Dirdjosubroto, 131; Altholif: 36 ). Suatu ketika Ki Ageng Sela ingin melamar menjadi prajurit Tamtama di Demak. Syaratnya dia harus mau diuji dahulu dengan diadu dengan banteng liar. Ki Ageng Sela dapat membunuh banteng tersebut, tetapi dia takut kena percikan darahnya. Akibatnya lamarannya ditolak, sebab seorang prajurit tidak boleh takut melihat darah. Karena sakit hati maka Ki Ageng mengamuk, tetapi kalah dan kembali ke desanya : Sela. Selanjutnya cerita tentang Ki Ageng Sela menangkap “ bledheg “ cerita tutur dalam babad sebagai berikut :
Ketika Sultan Demak : Trenggana masih hidup pada suatu hari Ki Ageng Sela pergi ke sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah “ bledheg “ itu menyambar Ki Ageng, berwujud seorang kakek - kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.
Kemudian suatu ketika Ki Ageng nanggap wayang kulit dengan dhalang Ki Bicak. Istri Ki Bicak sangat cantik. Ki Ageng jatuh cinta pada Nyai Bicak. Maka untuk dapat memperistri Nyai Bicak, Kyai Bicak dibunuhnya. Wayang Bende dan Nyai Bicak diambilnya, “ Bende “ tersebut kemudian diberi nama Kyai Bicak, yang kemudian menjadi pusaka Kerajaan Mataram. Bila “ Bende “ tersebut dipukul dan suaranya menggema, bertanda perangnya akan menang tetapi kalau dipukul tidak berbunyi pertanda perangnya akan kalah.
Peristiwa lain lagi : Pada suatu hari Ki Ageng Sela sedang menggendong anaknya di tengah tanaman waluh dihalaman rumahnya. Datanglah orang mengamuk kepadanya. Orang itu dapat dibunuhnya, tetapi dia “ kesrimpet “ batang waluh dan jatuh telentang, sehingga kainnya lepas dan dia menjadi telanjang. Oleh peristiwa tersebut maka Ki Ageng Sela menjatuhkan umpatan, bahwa anak turunnya dilarang menanam waluh di halaman rumah memakai kain cinde .
Saha lajeng dhawahaken prapasa, benjeng ing saturun - turunipun sampun nganthos wonten ingkang nyamping cindhe serta nanem waluh serta dhahar wohipun. ( Dirdjosubroto : 1928 : 152 – 153 ).
Dalam hidup berkeluarga Ki Ageng Sela mempunyai putra tujuh orang yaitu :
1. Nyai Ageng Lurung Tengah,
2. Nyai Ageng Saba ( Wanasaba ),
3. Nyai Ageng Basri,
4. Nyai Ageng Jati,
5. Nyai Ageng Patanen,
6. Nyai Ageng Pakis Dadu, dan bungsunya putra laki - laki bernama
7. Kyai Ageng Enis.
Kyai Ageng Enis berputra Kyai Ageng Pamanahan yang kawin dengan putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri Kerajaan Mataram. Adik Nyai Ageng Pamanahan bernama Ki Juru Martani. Ki Ageng Enis juga mengambil anak angkat bernama Ki Panjawi. Mereka bertiga dipersaudarakan dan bersama - sama berguru kepada Sunan Kalijaga bersama dengan Sultan Pajang Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ). Atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Enis diminta bertempat tinggal didusun lawiyan, maka kemudian terkenal dengan sebutan Ki Ageng Lawiyan. Ketika dia meninggal juga dimakamkan di desa Lawiyan. ( M. Atmodarminto, 1955 : 1222 ) .
Dari cerita diatas bahwa Ki Ageng Sela adalah nenek moyang raja - raja Mataram Surakarta dan Yogyakarta. Bahkan pemujaan kepada makam Ki Ageng Sela sampai sekarang masih ditradisikan oleh raja - raja Surakarta dan Yogyakarta tersebut. Sebelum GREBEG Mulud, utusan dari Surakarta datang ke makam Ki Ageng Sela untuk mengambil api abadi yang selalu menyala didalam makam tersebut. Begitu pula tradisi yang dilakukan oleh raja - raja Yogyakarta Api dari Sela dianggap sebagai keramat .
Bahkan dikatakan bahwa dahulu pengambilan api dilakukan dengan memakai arak - arakan, agar setiap pangeran juga dapat mengambil api itu dan dinyalakan ditempat pemujaan di rumah masing - masing. Menurut Shrieke  api sela itu sesungguhnya mencerminkan “asas kekuasaan bersinar “. Bahkan data - data dari sumber babad mengatakan bahkan kekuasaan sinar itu merupakan lambang kekuasaan raja - raja didunia. Bayi Ken Arok bersinar, pusat Ken Dedes bersinar; perpindahan kekuasaan dari Majapahit ke Demak diwujudkan karena adanya perpindahan sinar; adanya wahyu kraton juga diwujudkan dalam bentuk sinar cemerlang .
Dari pandangan tersebut, api sela mungkin untuk bukti penguat bahwa di desa Sela terdapat pusat Kerajaan Medang Kamulan yang tetap misterius itu. Di Daerah itu Reffles masih menemukan sisa - sisa bekas kraton tua ( Reffles, 1817 : 5 ). Peninggalan itu terdapat di daerah distrik Wirasaba yang berupa bangunan Sitihinggil. Peninggalan lain terdapat di daerah Purwodadi .
Sebutan “ Sela “ mungkin berkaitan dengan adanya “ bukit berapi yang berlumpur, sumber - sumber garam dan api abadi yang keluar dari dalam bumi yang banyak terdapat di daerah Grobogan tersebut .
Ketika daerah kerajaan dalam keadaan perang Diponegoro, Sunan dan Sultan mengadakan perjanjian tanggal 27 September 1830 yang menetapkan bahwa makam - makam keramat di desa Sela daerah Sukawati, akan tetap menjadi milik kedua raja itu. Untuk pemeliharaan makam tersebut akan ditunjuk dua belas jung tanah kepada Sultan Yogyakarta di sekitar makam tersebut untuk pemeliharaannya. ( Graaf, 3,1985 : II ). Daerah enclave sela dihapuskan pada 14 Januari 1902. Tetapi makam - makam berikut masjid dan rumah juru kunci yang dipelihara atas biaya rata - rata tidak termasuk pembelian oleh Pemerintah.
Menelusuri Jejak sang Penangkap petir
Ini adalah salah satu legenda Tanah Jawa, sesosok figur ulama di daerah Selo, Grobogan, Jawa Tengah yang bernama Ki Ageng Selo...
Silsilah

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang (cikal bakal-red) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).
Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.
Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.
Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.
Sang Penangkap Petir
Kisah ini terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar - benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak - enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar..... petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.
Kanjeng Sunan Demak –sang Wali Allah-- makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.



Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang --perpangkat besar dan orang kecil-- datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.


Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar... gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita intuder pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.
Versi lainnya
Versi lain menyebutkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo berwujud seorang kakek. Kakek itu cepat - cepat ditangkap nya dan kena, kemudian diikat dipohon gandri, dan dia meneruskan mencangkul sawahnya. Setelah cukup, dia pulang dan “ bledheg “ itu dibawa pulang dan dihaturkan kepada Sultan demak. Oleh Sultan “ bledheg “ itu ditaruh didalam jeruji besi yang kuat dan ditaruh ditengah alun - alun. Banyak orang yang berdatangan untuk melihat ujud “ bledheg “ itu. Ketika itu datanglah seorang nenek - nenek dengan membawa air kendi. Air itu diberikan kepada kakek “ bledheg “ dan diminumnya. Setelah minum terdengarlah menggelegar memekakkan telinga. Bersamaan dengan itu lenyaplah kakek dan nenek “ bledheg : tersebut, sedang jeruji besi tempat mengurung kakek “ bledheg hancur berantakan.


Sejak saat itulah, petir tak pernah unjuk sambar di Desa Selo, apalagi di masjid yang mengabadikan nama Ki Ageng Selo. "Dengan menyebut nama Ki Ageng Selo saja, petir tak berani menyambar," kata Sarwono kepada Gatra.


Soal petir yang tidak pernah ada di Desa Selo diakui oleh Sakhsun, 54 tahun. Selama 22 tahun ia menjadi muazin Masjid Ki Ageng Selo, dan baru pada akhir November 2004 dilaporkan ada petir yang menyambar kubah masjid Ki Ageng Selo. Lelaki berambut putih itu pun terkena dampaknya. Petir itu menyambar sewaktu ia memegang mikrofon hendak mengumadangkan azan asar.


Sakhsun pun tersengat. Bibirnya bengkak. "Saya tidak tahu itu isyarat apa. Segala kejadian kan bisa dijadikan sebagai peringatan bagi kita untuk lebih beriman," katanya. Dia sedang menebak-nebak apa yang bakal terjadi di desa itu. Menurut kepercayaan setempat, kubah masjid adalah simbol pemimpin. Apakah artinya ada pemimpin setempat yang akan tumbang?


Larangan Menjual Nasi
Suatu hari ada dua orang pemuda yang bertamu ke rumah Ki Ageng Selo, Mereka bermaksud hendak belajar ilmu agama pada KI Ageng Selo. Sebagai tuan rumah yang baik, KI Ageng selo menghidangkan nasi pada mereka, namun mereka menolakya dengan alasan masih kenyang. Setelah merasa sudah cukup ( belajar ilmu agama ), kedua pemuda itu pun memohon untuk pamit pulang. Sepulang dari rumah Ki Ageng, kedua pemuda itu tidak langsung pulang, melainkan mampir ke warung nasi dulu untuk makan. KI Ageng Selo melihat hal itu. Beliau merasa sakit hati dan setelah itu beliau berkata “ Orang-orang di desa selo tidak boleh menjual nasi, kalau ada yang melanggarnya maka bledheg akan menyambar-nyambar di langit desa Selo “. Hingga saat ini penduduk yang tinggal di sekitar Komplek Makam KI Ageng Selo tidak ada yang menjual nasi.
Napak Tilas KI Ageng Selo
Terletak di dusun Krajan, RT II RW 02, Desa Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Tempat ini juga merupakan salah satu tempat wisata di Kabupaten Grobogan karena mengandung nilai-nilai sejarah yang luar biasa.
Tempat-tempat penting yang masih berkaitan dengan KI Ageng Selo
1.   Makam  KI Ageng Tarub
Terletak di desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan sekitar 4 Km dari Makam KI Ageng Selo. Beliau adalah Buyut dari KI Ageng Selo. Di komplek Makam ada gentong yang airnya berasal dari sendang bidadari.
2.    Makam Bondan Kejawan / Lembu Peteng ( Kakek KI Ageng Selo )
Terletak di dusun Mbarahan Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Sekitar 3 Km dari Makam KI Ageng Selo. Di area komplek makam banyak di bangun patung dan stupa. Kini kondisinya semakin tidak terawat. Banyak patung yang mulai rusak. Namun masih banyak orang yang datang untuk berziarah
3.   KI Ageng Getas Pendowo
      Beliau adalah Bapak dari KI Ageng Selo. Makamnya terletak di Kuripan Purwodadi sekitar 15 Km dari Makam KI Ageng Selo.