Perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya terkait dengan ilmu-ilmu salafi, tidak bisa dilepaskan oleh peran Ulama’ sebagai penjaga sekaligus perantara keilmuan Rasulullah SAW. Tidak jarang mereka memiliki peran ganda, tidak hanya sebagai ulama’ yang menjadi pelayan bagi keberlanjutan ajaran Islam, tetapi juga pelayan masyarakat yang sangat multi dimensional dan multi kultura.
Inilah istimewanya Ulama’ di Indonesia, khususnya di Wilayah Jawa, dimana sinkretisme pemikiran masih menjadi sebuah identitas sosial. Sehingga merupakan keniscayaan bbagi para alim tersebut, untuk memiliki skill yang multi matra, tidak hanya agama, tetapi kepekaan sosial bahkan ekonomi. Pola tersebut, seolah menjadi ciri dan identitas bagi Ulama’ di Jawa, di mana patronisme peran Walisongo kental menjadi penanda dan standar fungsi Ulama’ di tanah Jawa.
Kontekstualisasi tersebut, juga menjadi ghirrah K.H. Muzajajad, sosok Kiai muda yang tumbuh dan berkembang dalam kultur Jawa yang dinamis, di Wilayah Pati utara, yakni di desa Cebolek Kidul, sebuah desa kecil yang berada di sebelah utara desa Kajen Margoyoso pati. Menjadi istimewa, karena K.H.Muzajjad tidak hanya kompeten dalam ilmu pengetahuan salaf, tetapi juga memiliki sense of businness yang baik, karena di latar belakang ekonominya adalah seorang pengusaha meubel.
Sebagai seorang kiai yang mapan secara ekonomi, dermawan dan adil. Beliau sudah menjadi kiai semenjak muda, beliau juga masih tidak meninggalkan aspek-aspek duniawi dengan bekerja menjadi pengusaha. Mbah Zajjad begitu masyarakat memanggilnya merupakan sosok aktif dimasyarakat, karena beliau mengabdikan dirinya untuk ngrumati (membimbing) masyarakatnya. Melalui upaya berdakwah bil hal dengan terjun langsung ke masyarakat.
Hal tersbut yang menarik untuk kaji, sebagai uswah bagi generasi penerus, di mana konsistensi dan kemampuan diranjut manis dengan ketekunan atas dasar nilai-nilai Islam dan pengabdian secara kaffah.
KH. Muzajjad lahir pada kurang lebih tahun 1910 di desa Cebolek, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Beliau adalah putra pertama dari Romo KH. Rozi dan Ibu Nyai Hj. Sholihatun diantara 4 saudaranya yaitu Hj. Hindun, H. Aly Mudzakkir, dan Abdul Muidz
Pada masa kecilnya beliau habiskan di kampung halamannya. Beliau hidup di lingkungan keluarga yang agamis. Dari kecil beliau sudah diajarkan orang tuanya menjadi orang yang jujur, teliti dan tidak boros. Beliau tumbuh menjadi anak yang cerdas dan mempunyai pemikiran yang luas. Dari kecil beliau sudah menujukkan jiwa sosialnya yang akhirnya beliau menjadi kiai yang sukses dalam berdakwah pada masyarakatnya.
Proses pengembaraan keilmuannya diawali di masa kecil dengan belajar kepada ayahandanya sendiri dan juga kepada Romo KH. Sirodj Kajen. Selain belajar kepada ayahandanya beliau juga mengenyam pendidikan di Perguruan Islam Matholiul Falah.
Setelah itu pada masa remaja beliau dikirim oleh ayahandanya ke Bareng Kudus untuk tholabul ilmi kepada Romo KH. Yasin. Setelah merasa cukup beliau kemudian diberangkatkan ke Pasuruan Jawa Timur oleh ayahandanya untuk belajar Ilmu Falaq kepada pamannya sendiri yaitu KH. Subadar. Dan beliau sempat pula melakukan studi tabarukkan kepada beberapa ulama Masjidil Haram saat beliau menunaikan ibadah haji ke Makkah.
Sekembali dari pasuruan beliau diminta oleh ayahandanya untuk mengajar dan mengatur urusan Pondok Pesantren Djannatul Huda. Beliau menikah dengan Hj. Muzaenab dari Kajen. Namun sayangnya beliau tidak dikaruniai seorang anak. Tapi beliau menjadi pegasuh dari santri-santrinya di Pondok Pesantren Djannatul Huda. Beliau sudah menganggap santri-santrinya sebagai anak beliau sendiri. Beliau sangat menyayangi dan memperlakukan santri-santrinya secara adil tanpa membeda-bedakan antara santri satu dengan santri lainnya.
Pada kurang lebih tahun 1962 beliau berangkat ke Makkatul Mukarromah untuk mnunaikan ibadah haji bersama dengan istri beliau yang bersamaan juga dengan KH. Muh. Zainuddin. Setelah pulang dari haji beliau turut serta membangun dan mengembangkan Madrasah Khoiriyah secara intensif dan penuh ketulusan bersama KH. Hambali, KH. Thoyyib Daiman, dan KH. Hasan. Beliau bersama teman-temannya berjasa besar dalam kemajuan Madrasah Khoiriyah. Dalam pembangunannya beliau mengambil kayu-kayu dari pegunungan untuk dibawa ke Madrasah dengan menggunakan gerobak glodok (gerobak yang rodanya terbuat dari besi). Kemudian Beliau membuat sendiri bangku-bangku Madrasah.
Adapun kitab yang beliau ajarkan selama mengajar para santrinya selama kurang lebih 40 tahun adalah Fathul Mu’in, Fathul Wahab, Ibnu Aqil, Falaq dan Rubu’.
Baliau juga termasuk masayekh Perguruan Islam I’anatut Tholibin yang sangat berjasa besar dalam berdirinya perguruan tersebut.
Aktivitas beliau disamping menjadi kiai, beliau adalah seorang pengusaha. Pertama kalinya beliau menjadi pengusaha minyak kacang tanah, yang waktu itu belum ada yang membuatnya dan beliau mempunyai banyak karyawan. Dengan adanya pabrik tersebut, kehidupan karyawannya menjadi makmur.
Setelah menjadi pengusaha minyak kacang tanah, beliau menjadi pengusaha tenun yang memproduksi sarung dan berbagai kain lainnya. Kemudian beliau menjadi pengusaha meubel. Beliau sangat teliti dalam memilih bahannya. Kayu yang beliau gunakan harus benar-benar kayu pilihan dan kuat. Sehingga sudah berpuluh-puluh tahun hasil meubelnya masih kokoh. Selanjutnya beliau usaha pertanian sawah. Beliau terjun sendiri menggarap sawahnya. Beliau memberikan tanah kepada tiap-tiap RT untuk digarap supaya kehidupan masyarakatnya bisa terpenuhi.
Pada masa KH. Muzajjad kehidupan masyarakatnya tentram, makmur dan semua kebutuhannya tercukupi. Beliau lah yang mempunyai ide menanam dengan cara dilarik (menanam padi dengan cara sejajar) yang hingga masyarakat sekarang masih menerapkannya. Beliau ini aktif bekerja, tapi juga aktif berdakwah di masyarakat seperti mengisi pengajian di RT-RT setiap malam. Dalam masyarakat beliau dikenal sebagai kiai gaul, karena beliau mempunyai kenalan dari berbagi jenis orang, seperti orang cina, preman dan orang yang tidak mau sholat. Dengan siapa saja beliau mendekatinya tanpa pilih-pilih. Beliau berperan aktif di masyarakat dalam pembangunan desa seperti menggagas membuat jalan di desa-desa yang membuat masyarakat menjadi mudah dalam berhubungan dari tempat satu ke tempat yang lain.
Dalam perjuangannya di masyarakat beliau menjadi ketua LKMD (Lembaga Keswadayaan Masyarakat Desa) dan ketua RT. Beliau termasuk pendiri YAKI (Yayasan Kesehatan Islam) Kajen. Yang menjadi dokter pada saat itu adalah dr. Muhsin dari Demak dan mantri suntiknya Busroni. YAKI berkembang menjadi Rumah Sakit Bersalin. Beliau sangat peduli terhadap kesehatan masyarakatnya.
“Santrinya datang dari berbagai daerah dan semua santri KH. Muzajjad menjadi orang yang berhasil. KH. Muzajjad dikenal oleh masyarakat dan santri sebagai kiai yang sangat adil, dermawan, teliti dan gemati. Keahlian beliau dalam ilmu Falaq tidak ada tandingannya. Beliau sangat pandai membuat rubu’. Sehingga KH. Muzajjad terkenal sebagai kiai yang masyhur dalam ilmu Falaq dan Rubu’nya di daerah Pati dan sekitarnya’’ penuturan H. Sholeh Kholil sebagai santri beliau.
Pada hari Sabtu Pahing tanggal 2 April 1973 / 5 Safar 1393 H adalah hari duka untuk para santri dan masyarakat sekitarnya, karena pada hari itu santri dan masyarakat kehilangan sosok kiai yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Beliau meninggal karena mengalami kecelakaan saat beliau hendak menjenguk sahabatnya yaitu KH. Abdul Hadi, Kajen yang akan di operasi di rumah sakit Kudus. KH. Abdul Hadi ngendika “aku gelem di oprasi yen sing nunggoni yi Jajad’’. Kemudian beliau berniat datang ke rumah sakit berboncengan dengan adik iparnya Abdul Munif. Sebelum berangkat ke Kudus beliau berpesan kepada santri seniornya “aku ape neng rumah sakit tilik yi Hadi ape di operasi, dongakno mugo-mugo aku selamet. Aku titip jagakno santri-santri yo’’.
Ketika sampai di daerah Kaliampo beliau bertabrakan dengan sebuah bus. Abdul Munif seketika itu meniggal dunia sedangkan mbah jajad masih sempat dilarikan ke RSUD Pati. Tapi tidak berlangsung lama mbah jajad meninggal dunia. Sebelum meninggal, malamnya mbah Jajad masih mengisi pengajian di RT.
Kejadian tersebut mengejutkan bagi santri dan masyarakat. Mereka menyayangkan kepergian mbah jajad karena beliau berjasa besar terhadap perubahan hidup santri dan masyarakat. Setelah kepergiannya tidak ada lagi sosok yang seperti mbah jajad. Beliau meninggalkan banyak kenangan yang selalu melekat dimemori para santri dan masyarakatnya. Pesan beliau yaitu “Dadio wong sing ati-ati, setiti, lan gemati’’.
Mbah Jajad adalah kiai yang di segani masyarakat Cebolek Kidul dan sekitarnya. Karena beliau sangat ramah dan dermawan. Jasa-jasa beliau hingga saat ini masih di kenang oleh masyarakat. Untuk zaman sekarang jarang sekali ada kiai seperti mbah jajad. Seorang kiai tapi juga seorang pengusaha yang mempunyai banyak karyawan. Beliau kiai yang memperhatikan kehidupan masyarakatnya. Beliau bersikap adil kepada setiap santrinya tanpa membeda-bedakan. Beliau juga ikut bekerja dalam memajukan kesejahteraan desa. Kehidupan masyarakat dan santri pada saat itu benar-benar sangat tercukupi dan makmur. Pesan beliau yang masih melekat di kalangan masyarakat dan santri yaitu “Dadi wong kudu seng jujur, seng adil, seng teliti, ojo nganti dadi wong boros, karo wong liyo kudu seng ramah tamah”.
Sumber : http://djannatulhudambolek.blogspot.com/2015/08/biografi-kh-muzajjad.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar